Yuk Pelajari Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia!
Perbankan syariah bukan lagi menjadi hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Hal ini mengingat Indonesia memiliki jumlah populasi Muslim terbesar di dunia. Karena itu, kebutuhan akan fasilitas perbankan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam cukup tinggi.
Hal ini ditambah dengan meningkatnya kesadaran beragama di kalangan masyarakat Indonesia beberapa tahun belakangan, termasuk kesadaran akan haramnya transaksi-transaksi yang mengandung riba, gharar, maysir, serta hal-hal lain yang dilarang oleh agama Islam.
Hal ini juga yang melatarbelakangi diluncurkannya Hijra Bank sebagai aplikasi perbankan syariah yang tidak hanya menyediakan layanan perbankan berbasis nilai-nilai Islam tetapi juga menjadi sebuah wadah yang mengajak penggunanya dalam gerakan kebaikan.
Namun, mungkin banyak dari kita masih ingin tahu, bagaimanakah sejarah perkembangan bank syariah di Indonesia? Dalam artikel ini, kita akan mempelajari lebih lanjut mengenai sejarah bank syariah di negeri kita tercinta.
Table of Contents
Apa yang dimaksud dengan bank syariah?
Pengertian bank syariah telah dijelaskan oleh Organisasi Kerjasama Islam (OKI) sebagai berikut:
Sebuah institusi finansial yang statuta, peraturan, dan prosedur-prosedurnya secara tegas menyatakan komitmennya kepada prinsip Syariah Islam dan kepada larangan menerima atau membayarkan bunga dalam setiap operasionalnya.
Dari sini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa salah satu perbedaan fundamental antara bank syariah dan bank konvensional adalah prinsip anti-bunga yang diterapkan di bank syariah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al Baqarah: 275).
Sebagai ganti sistem bunga, perbankan syariah menerapkan jenis-jenis akad lain yang sesuai dengan syariat Islam seperti bagi hasil atau mudharabah, murabahah, wadiah, dll. Simak lebih lanjut mengenai akad-akad yang digunakan produk-produk bank syariah dalam artikel berikut ini!
9 Akad Bank Syariah yang Perlu Kamu Ketahui Sebelum Mulai Transaksi!
Selain pada akad-akad yang digunakan, bank syariah juga menjadikan prinsip keadilan dan pemerataan kesejahteraan sebagai salah satu nilai utama yang menjadi fondasi. Hal ini berbeda dengan institusi-institusi keuangan yang bertujuan semata-mata mengejar keuntungan.
Sejarah Perbankan Syariah di Tingkat Global
Tidak seperti perbankan konvensional non-syariah yang telah memiliki sejarah hingga ratusan tahun, keberadaan bank syariah bisa dibilang relatif baru. Keberadaannya baru muncul di abad ke-20, bermula di negara Mesir.
Mit Ghamr Savings Bank: proyek awal bank tanpa bunga
Salah satu bank tanpa bunga pertama yang menerapkan sistem bagi hasil atau mudharabah didirikan di Mesir, tepatnya di Desa Mit Ghamr di delta sungai Nil, oleh Ahmad El-Naggar pada tahun 1963.
El-Naggar adalah seorang mahasiswa Mesir yang pernah belajar di Jurusan Ekonomi di Universitas Cologne di Jerman. Sayangnya, proyek bank tanpa bunga ini hanya berjalan beberapa tahun sebelum akhirnya ditutup akibat situasi politik yang belum kondusif.
Ditutupnya bank tanpa bunga pertama di Mit Ghamr tidak serta-merta menjadikan ide tentang bank yang menjunjung tinggi prinsip tanpa bunga hilang seketika. Hal ini diperkuat dengan banyaknya ulama kontemporer yang mengkategorikan bunga bank sebagai riba, antara lain ulama Mesir Syeikh Yusuf Al-Qaradawi dan ulama Suriah Syeikh Wahbah Az-Zuhaili.
Dukungan OKI dan didirikannya IDB
Usaha untuk mendirikan bank syariah berlanjut seiring dibentuknya Organisasi Konferensi Islam yang kemudian berubah nama menjadi Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Pada sidang para Menteri Luar Negeri OKI di Karachi, Pakistan, pada tahun 1970, mulai diajukan proposal untuk menggantikan sistem keuangan berdasar bunga kepada sistem keuangan berdasarkan pembagian untung dan rugi.
Pada tahun 1975, Islamic Development Bank (IDB) didirikan dengan anggota awal sebanyak dua puluh dua negara. Tujuan didirikannya IDB adalah untuk menyokong para anggotanya untuk mendirikan bank syariah di negaranya masing-masing.
Menyebarnya institusi keuangan syariah di berbagai negara
Pada dekade 1970-an, institusi-institusi keuangan syariah mulai didirikan di beberapa negara Muslim. Di wilayah Teluk, Uni Emirat Arab mendirikan Dubai Islamic Bank pada tahun 1975. Di akhir dasawarsa 1970-an, Kuwait turut mendirikan Kuwait Finance House.
Di luar wilayah Teluk, bank syariah tumbuh subur di negara-negara Muslim lain seperti Sudan, Pakistan, dan Malaysia. Perkembangan bank syariah tidak bisa dilepaskan dari peningkatan ekonomi yang dialami negara-negara Timur Tengah serta semangat keislaman yang menguat di negara-negara Arab.
Beberapa negara seperti Sudan dan Pakistan mengambil langkah lebih jauh dengan mengubah sistem keuangan menjadi sistem keuangan tanpa bunga. Di beberapa negara yang lainnya, sistem perbankan konvensional dan perbankan syariah beroperasi berdampingan
Perbankan syariah mulai ‘dilirik’ barat
Sistem perbankan yang berdasarkan prinsip Islam tidak hanya berkembang di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Perlahan, beberapa negara barat mulai tertarik dengan sistem keuangan syariah.
Sebagai contoh, Deutsche Bank turut menyediakan layanan Islamic Window untuk melayani pasar negara-negara Teluk dan Asia Tenggara. Selain itu, negara-negara lain seperti Inggris, Denmark, dan Australia turut berupaya untuk menjadi pusat atau hub bagi sistem keuangan Islam untuk dapat turut memberikan layanan perbankan sesuai nilai-nilai Islam.
Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia tidak luput dari pengaruh perkembangan perbankan syariah di tingkat global. Sejak kapan bank syariah ada di Indonesia? Berikut penjelasannya!
Wacana teoretis
Wacana mengenai bank berdasarkan nilai-nilai Islam yang mengharamkan bunga sudah dikedepankan sejak Indonesia masih dijajah Belanda. Adalah K.H Mas Mansyur, seorang ulama sekaligus pahlawan nasional Indonesia yang menggulirkan pendapat bahwa bank tidak boleh beroperasi berdasarkan sistem bunga karena bunga bank adalah sesuatu yang dilarang.
Sayangnya, kurangnya komitmen dan dukungan dari elemen-elemen bangsa Indonesia saat itu menjadikan perbankan syariah tidak lebih dari sebuah wacana pemikiran, meskipun ide tersebut masih cukup sering menjadi bahan perbincangan dan diskusi di antara para aktivis Islam hingga dekade 1960-an.
Proyek-proyek percobaan
Setelah diadakannya konferensi OKI yang kemudian melahirkan lahirnya IDB di tahun 1975, ide untuk mendirikan bank bebas bunga kembali menguat. Akan tetapi, praktek perbankan syariah baru muncul secara terbatas di dekade 1980-an.
Setelah adanya deregulasi perbankan tahun 1988 (PAKTO 88) yang memungkinkan bank-bank untuk menetapkan suku bunga dan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada industri perbankan, mulai muncul usaha-usaha untuk mendirikan institusi perbankan berdasarkan nilai-nilai Islam dengan skala yang terbatas, salah satunya Koperasi Ridho Gusti di Jakarta dan Baitut Tamwil Salman ITB di Bandung.
Pendirian bank syariah pertama
Seiring menguatnya diskusi-diskusi mengenai bank syariah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan lokakarya mengenai perbankan dan bunga bank di Cisarua, Bogor, yang kemudian disusul dengan diadakannya Musyawarah Nasional MUI IV di Jakarta.
Musyawarah Nasional ini mengamanatkan dibentuknya kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia yang dinamakan tim Perbankan MUI. Sebagai hasilnya, berdirilah bank syariah pertama di Indonesia pada tahun 1991.
Pematangan sistem perbankan syariah di Indonesia
Pada awal operasinya, bank syariah di Indonesia tidak memiliki landasan hukum yang optimal selain satu ayat pada UU No. 7 Tahun 1992 tentang bank dengan sistem bagi hasil. Pada tahun 1998, UU No. 7 Tahun 1992 disempurnakan dengan UU No. 10 Tahun 1998 yang secara tegas menyatakan bahwa terdapat dua sistem perbankan di Indonesia yakni konvensional dan syariah.
Seiring waktu, berbagai produk perundang-undangan yang diluncurkan semakin memperkuat dan mengoptimalkan perkembangan institusi keuangan syariah, antara lain UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (sukuk); dan UU No.42 tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa.
Undang-undang yang mengatur layanan bank syariah memungkinkan semakin tumbuh suburnya bank-bank syariah di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan umat Islam di negeri ini akan produk-produk perbankan yang jauh dari hal-hal yang dilarang oleh syariah.
Keinginan untuk menjadi sahabat terpercaya untuk umat Muslim Indonesia dalam menjalani kehidupan yang lebih sesuai syariah ini pula yang menjadi semangat utama Hijra Bank. Untuk itu, Hijra menyediakan tidak hanya layanan perbankan syariah, namun juga sebuah wadah untuk melakukan #LifeUpgrade untuk menjadi pribadi Muslim yang lebih baik dan berdampak.
Nikmati layanan tabungan dengan akad Wadiah Yad Al-Dhamanah yang sesuai syariah, serta kesempatan untuk berkonsultasi dengan para ahli di bidang keislaman dan bidang-bidang lain melalui fitur Tanya Ahlinya untuk dukung kamu terus lakukan perubahan yang lebih baik dalam hidupmu.
Semua ini bisa kamu dapatkan dengan hanya download aplikasi Hijra Bank dan registrasi rekening secara daring. Tunggu apa lagi, yuk download Hijra Bank dengan klik tombol di bawah ini!