hidup sederhana ala nabi

5 Pelajaran Hidup Sederhana dari Nabi Muhammad ﷺ

Hijra

17 May 2023

9 Min Read

Hidup sederhana seolah menjadi hal yang aneh dan asing di tengah kehidupan yang didominasi materialisme dan konsumerisme. Gaya hidup yang eksesif kini telah menjadi tren, yang mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam berlebihan yang mengarah kepada kerusakan lingkungan dan ketimpangan sosial.  

Menyikapi fenomena ini, sebagai Muslim, kita harus berhenti sejenak dan merenungkan lebih dalam mengenai tujuan dan makna kehidupan dalam bingkai ajaran Ilahi yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ. 

Dengan peran beliau ﷺ sebagai uswatun hasanah atau suri tauladan terbaik, Rasulullah ﷺ telah mengajarkan sejak lebih dari seribu empat ratus tahun yang lalu mengenai hidup sederhana namun berdampak positif luar biasa terhadap lingkungan sekitar.

Apa saja teladan kesederhanaan yang dapat kita petik dari kehidupan sang Manusia Terbaik ﷺ? 

Pandangan Islam mengenai hidup sederhana

Pexels/Khats Cassim

Ajaran Islam mengenai hidup sederhana dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai anjuran hidup sederhana dalam Islam ditinjau dari dua sisi, yaitu larangan untuk bersikap israf dan tabdzir, serta anjuran untuk memelihara sikap qanaah dan zuhud.  

Larangan israf dan tabdzir

Larangan bersikap israf atau berlebihan disebutkan dalam Al-Quran antara lain di surat Al-A’raf ayat 31.

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah ﷻ tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

Kata al-israf di dalam Al-Quran memiliki konotasi negatif dengan makna yang berkisar keluar dari batas keseimbangan. 

Dalam hadits, Rasulullah ﷺ menerangkan salah satu ciri dari sikap israf atau berlebihan adalah makan tanpa batasan sesuai keinginan kita.  

من الإسراف أن تأكل ما اشتهيت

Dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Salah satu ciri berlebihan (al-isrāf) Anda makan setiap yang Anda inginkan.” (HR Ibnu Mâjah)

Menurut penjelasan Syeikh Muhammad Al-Thahir ibn Asyur, dikutip dari situs Majelis Ulama Indonesia, ukuran keseimbangan yang menjadi batasan konsumsi kita adalah apa yang menjadi maslahat atau kebaikan setiap orang.

Misalnya, dalam hal makanan, jika kita makan terlalu banyak, maka akan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Di sisi lain, jika kita mengalami kekurangan gizi dan makanan, maka kita akan mudah terkena penyakit juga. 

Di sinilah pentingnya menjaga keseimbangan agar kita tidak melampaui batas dan berlebihan dalam mengkonsumsi atau menggunakan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan kita. 

Selain berlebihan, salah satu sikap yang juga dilarang oleh agama adalah sikap tabdzir. Larangan mengenai sikap tabdzir disebutkan secara jelas dalam Al-Quran surat Al-Isra’ ayat 27: 

اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا

Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya .

Apa definisi tabdzir dan perbedaannya dengan israf? Dikutip dari Rumaysho, menurut Imam Ibnu Abidin, salah satu ulama bermazhab Hanafi, perbedaan dari israf dan tabdzir adalah:

الإسراف: صرف الشيء فيما ينبغي زائداً على ما ينبغي، والتبذير: صرف الشيء فيما لا ينبغي

Israf adalah menyalurkan sesuatu yang layak melebihi dari kadar layaknya. Sedangkan tabdzir adalah menyalurkan sesuatu pada sesuatu yang tidak layak.

Tabdzir adalah pemborosan dengan cara membelanjakan atau menggunakan harta untuk hal-hal yang tidak benar. Misalnya, apabila kita membeli pakaian mahal dan mewah semata-mata untuk tampil menyombongkan diri di media sosial. 

Larangan israf dan tabdzir ini menjadi rambu-rambu batasan yang ditetapkan oleh agama dalam kita menjalani hidup sederhana sesuai ajaran Islam.

Anjuran sikap zuhud dan qanaah

Ajaran mengenai hidup sederhana lainnya selain melarang sikap berlebihan dan boros, Islam juga mengajarkan kita untuk memelihara sikap zuhud dan qanaah

Apa itu zuhud? Sebagian orang keliru memahami bahwa sikap zuhud berarti kita harus menjadi seseorang yang miskin dan tidak memiliki harta dunia. Padahal, hakikat sebenarnya dari zuhud adalah kesucian hati dari harta duniawi.

Di dalam Al-Quran, Allah ﷻ telah mengingatkan kepada manusia mengenai kehidupan dunia yang semu dibanding kehidupan akhirat yang nyata dalam surat Al-Ankabut ayat 64:

وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ 

“Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.”

Sikap zuhud atau menyucikan hati dari harta duniawi dapat meluruskan niat dan ambisi kita selama hidup di dunia agar tidak mati-matian mengejar kekayaan material, namun mengejar ridha dan rahmat Allah ﷻ yang dapat menyelamatkan kita di akhirat.   

Bagaimanakah ciri-ciri perilaku zuhud? Dikutip dari NU Online, Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali menerangkan tiga ciri-ciri orang yang berperilaku zuhud: 

  1. Tidak berbangga ketika memiliki harta, dan tidak bersedih ketika kehilangan harta
  2. Tidak terpengaruh pujian maupun cacian orang lain.
  3. Merasa senang dengan Allah ﷻ ditandai dengan kenikmatan ibadah dalam hatinya.

Selain menyucikan hati dari kecintaan terhadap harta dan kehidupan dunia, sikap lain yang harus kita pelihara sebagai bagian dari hidup sederhana menurut Islam adalah qanaah

Qanaah adalah sikap merasa cukup dengan apa yang dikaruniakan oleh Allah ﷻ. Inti dari sikap qanaah adalah bersyukur atas setiap rezeki yang kita terima dari Allah ﷻ tanpa mengeluh dan dengan tetap berikhtiar secara maksimal. 

Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

”Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR Bukhari – Muslim, dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu.)

Sikap zuhud dan qanaah ini menjadi inti konsep mindfulness dalam Islam dalam hal menjalani hidup sederhana, untuk menjaga hati kita agar tidak mengejar kehidupan duniawi secara berlebihan. 

Dengan memelihara kedua sikap ini, setiap apa yang kita lakukan demi memenuhi kebutuhan akan terkontrol dengan baik serta tidak menjerumuskan kita ke dalam dosa dan kezaliman terhadap orang lain.   

Bagaimana ajaran Nabi Muhammad ﷺ mengenai hidup sederhana?

Pexels/Alena Darmel

Dalam kehidupannya, Rasulullah Muhammad ﷺ telah memberikan contoh dan mengajarkan kepada kita mengenai hidup sederhana yang berfokus kepada kehidupan akhirat. Berikut beberapa hadits yang menjelaskan pola hidup Rasulullah ﷺ yang bersahaja.  

Hidup di dunia layaknya seorang musafir

Salah satu prinsip hidup sederhana yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ adalah agar kita hidup di dunia ini layaknya seorang pengembara mampir beristirahat. 

مَا لِيْ وَلِلدُّنْيَا مَا أَنَا وَالدُّنْيَا إِنَّمَا مَثَلِيْ وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رَاكِبٍ ظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ

 رَاحَ وَتَرَكَهَا

Apalah artinya dunia ini bagiku? Apa urusanku dengan dunia? 

Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan dunia ini ialah seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon. 

Ia istirahat (sesaat) kemudian meninggalkannya. 

(HR At-Tirmidzi, dari Abdullah bin Mas’ud radiyallahu ‘anhu)

Ibarat seseorang yang tengah melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman dan berhenti di sebuah rest area, yang menjadi tujuan utama dari orang tersebut pastinya adalah bagaimana dia dapat mempersiapkan diri untuk kembali ke kampung halamannya, bukan bagaimana dia bisa berdiam dengan nyaman di rest area tersebut. 

Begitupun dengan manusia di dunia. Rasulullah ﷺ mengajarkan kita agar tidak terlena di kehidupan dunia sampai abai terhadap perjalanan pulang kita ke akhirat. Nilai ini yang harus kita pegang sehingga kita tidak terpedaya oleh kenyamanan dan kemewahan duniawi.   

Makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan

Di tengah maraknya tren kuliner yang tak jarang mengakibatkan banyaknya makanan yang terbuang atau food waste, kita harus menengok kembali bagaimana Nabi Muhammad ﷺ makan. 

Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa porsi maksimal yang dapat kita penuhi ketika makan adalah sepertiga perut kita, dengan menyisakan dua pertiga lainnya untuk air minum dan udara. 

ما مَلَأ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا من بطن، بِحَسْبِ ابن آدم أُكُلَاتٍ يُقِمْنَ صُلْبَه،ُ فإن كان لا مَحَالةَ، فَثُلُثٌ لطعامه، وثلث لشرابه، وثلث لِنَفَسِهِ

Tidaklah manusia memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. 

Jika memang harus melebihi itu, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya. (HR Ibnu Majah dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib radiyallahu ‘anhu)

Dari segi makanan yang beliau makan, Rasulullah ﷺ adalah orang yang mudah dan sederhana. Ketika dibawakan kepada beliau daging kambing, beliau makan. Namun ketika tidak ada apa-apa di rumah beliau untuk lauk makan selain cuka, beliau pun tetap makan, dengan bersabda: 

نِعْمَ الأُدُمُ الْخَلُّ نِعْمَ الأُدُمُ الْخَلُّ

Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka. (HR Muslim dari Jabir bin Abdullah radiyallahu ‘anhu)

Bersahaja namun indah dalam berpakaian

Dalam mengenakan pakaian, Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kita untuk berpakaian indah namun tidak harus bermewah-mewah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ mengajarkan kita keutamaan orang yang meninggalkan berpakaian mewah walaupun mampu membelinya.

مَنْ ترك اللباسَ تَوَاضُعًا لله، وهو يقدر عليه، دعاه اللهُ يومَ القيامةِ على رُؤُوسِ الخَلَائِقِ حتى يُخَيِّرُهُ مِنْ أَيِّ حُلَلِ الإِيمَانِ شَاءَ يَلْبَسُهَا 

Barangsiapa meninggalkan pakaian (mewah) karena merendahkan diri kepada Allah , padahal dia mampu mengenakannya, niscaya Allah memanggilnya pada hari kiamat di hadapan segenap makhluk untuk disuruh memilih jenis pakaian iman mana saja yang ia kehendaki untuk dikenakan. (HR At-Tirmidzi dari Mu’az bin Anas Al-Juhani radiyallahu ‘anhu)

Namun ini bukan berarti Rasulullah ﷺ melarang kita untuk memakai pakaian yang indah, terutama ketika kita pergi ke masjid. Bahkan beliau juga memiliki pakaian yang beliau sukai.  

Di dalam kitab Syamail Muhammadiyah yang menerangkan tentang peri hidup Rasulullah ﷺ, Imam At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa pakaian yang paling beliau sukai adalah pakaian gamis serta hibarah yaitu pakaian yang berasal dari negeri Yaman.   

Menggunakan air secukupnya

Air merupakan sumber daya yang memiliki peran vital dalam kehidupan manusia. Tidak hanya untuk minum, namun air juga penting untuk membersihkan diri, pakaian, dan peralatan yang kita pakai, termasuk untuk bersuci seperti wudhu dan mandi.

Mengingat perannya yang vital, Rasulullah ﷺ melarang kita untuk menggunakan air secara boros. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah, Rasulullah ﷺ melarang kita menghambur-hamburkan air ketika berwudhu sekalipun kita berada di sungai yang mengalir.  

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ مَرَّ بِسَعْدٍ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ ‏”‏ مَا هَذَا السَّرَفُ ‏”‏ ‏.‏ فَقَالَ أَفِي الْوُضُوءِ إِسْرَافٌ قَالَ ‏”‏ نَعَمْ وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهَرٍ جَارٍ  

Rasulullah melewati Sa’ad yang sedang berwudhu. Beliau berkata, “Pemborosan apa pula ini wahai Sa’ad?” 

Sa’ad berkata, “Apakah ada pemborosan dalam berwudhu?” 

Beliau bersabda, “Ya, meskipun kamu berada di atas sungai yang mengalir,” 

(HR Ibnu Majah, dari Abdullah bin Amr radiyallahu ‘anhuma.).

Dari hadits di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa konsep sustainability sudah diterapkan sejak zaman Rasul ﷺ, khususnya dalam penggunaan air. 

Demikian pula, para ulama berpendapat bahwa menghambur-hamburkan air meskipun untuk berwudhu hukumnya makruh atau tidak disukai Allah ﷻ. 

Merasa tenteram dengan rezeki hari ini

Rasulullah ﷺ adalah sosok yang tidak pernah risau dengan apa yang akan beliau makan di hari esok. Beliau juga mengajarkan umatnya untuk mensyukuri apa yang sudah kita dapatkan hari ini. Beliau bersabda: 

مَنْ أصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا في سربِهِ، مُعَافَىً في جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا 

Siapa di antara kalian yang berada di waktu pagi dalam keadaan aman di tempat tinggalnya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan seluruh dunia ini telah diberikan kepadanya.

(HR Ibnu Majah dari Ubaidillah bin Mihsan radiyallahu ‘anhu)

Sikap merasa tenteram dan bersyukur atas apa yang kita miliki hari ini dapat menjadi obat dari kecemasan dan stress yang kini sangat umum dialami oleh manusia-manusia di zaman modern yang berorientasi menumpuk kekayaan materi.   

Kesimpulan

Nilai-nilai mengenai hidup sederhana yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ menjadi nilai-nilai yang harus kita tanamkan dalam hati. Semoga artikel ini bisa menginspirasi kamu untuk mengaplikasikan kesederhanaan ala Nabi ﷺ dalam kehidupan sehari-hari, ya!  

Mengamalkan gaya hidup sederhana tetap membutuhkan pengaturan keuangan, lho! Kamu bisa mengalokasikan harta kamu untuk hal-hal yang lebih bermanfaat dan berdampak seperti menabung untuk haji, mengumpulkan dana untuk wakaf sumur, atau memberikan bantuan kepada orang sekitarmu yang membutuhkan. 

Untuk itu, kamu bisa Pakai Yang Baik dengan memanfaatkan fasilitas Hijra Box dari Hijra Bank. Hanya dengan satu rekening, kamu bisa buat beberapa box untuk masing-masing tujuan finansial yang ingin kamu gapai. 

Tunggu apa lagi, yuk unduh aplikasi Hijra Bank dengan klik tombol di bawah ini!

playstore hijra
appstore hijra

Artikel Terkait

Tags