hari-guru

Inilah Sejarah di Balik Peringatan Hari Guru 25 November

Athariq Faisal

24 Nov 2022

7 Min Read

Setiap tahunnya, tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional oleh seluruh rakyat Indonesia. Pada hari ini, upacara dalam rangka peringatan hari guru umumnya diadakan di sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta. Selain itu, seringkali diadakan juga kegiatan-kegiatan lain untuk memeriahkan peringatan ini.

Namun, tahukah sahabat Hijra tentang sejarah di balik peringatan Hari Guru Nasional ini? 

Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang cerita sejarah hari guru di Indonesia, serta bagaimana Islam memandang pentingnya adab terhadap guru. Di sini, kami juga akan membahas mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi para guru di Indonesia.

Definisi guru menurut undang-undang

Sejak kecil, mungkin kita sudah akrab dengan para guru yang mengajar kita sejak jenjang pendidikan taman kanak-kanak hingga jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun, apakah semua orang yang mengajarkan kita sesuatu dapat disebut guru? 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia daring, istilah guru merujuk kepada orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. 

Secara lebih teknis, pengertian guru dan dosen dipaparkan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen: 

  1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
  1. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Dengan demikian, istilah guru umumnya merujuk hanya kepada pendidik yang menjadikan mengajar sebagai mata pencaharian utamanya, terutama pendidik di lingkup pendidikan dasar dan menengah. 

Sejarah peringatan Hari Guru Nasional

Siapa sangka, peringatan Hari Guru Nasional tidak bisa dilepaskan dari upaya para guru untuk mengisi serta mewujudkan cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

Sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, sudah ada beberapa instansi bentukan pemerintah Hindia Belanda untuk mencetak para guru yang nantinya akan ditugaskan di masyarakat.

Dalam sebuah artikel ilmiah berjudul Perjuangan Organisasi Guru di Masa Revolusi: Sejarah PGRI di Awal Pendiriannya yang ditulis oleh Ahmad Kosasih dari Universitas Indraprasta PGRI, disebutkan bahwa sekolah guru negeri pertama di Indonesia tercatat didirikan pada tahun 1851 yang dikenal dengan nama kweekschool. 

Memasuki abad ke-20, sistem pendidikan guru mengalami penyesuaian dengan dibaginya sekolah keguruan menjadi tiga jenis, yaitu Normaalschool, Kweekschool, dan Hollandsch Inlandsche Kweekschool.   

Pada masa penjajahan Jepang, barulah didirikan organisasi “GURU” oleh Amin Singgih dan kawan-kawan sebagai bentuk kesatuan nasional para guru di Indonesia. 

Walaupun Jepang terkenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi pendidikan sebagai kunci kemajuan, akan tetapi pada masa ini pendidikan di Indonesia tidak lepas dari agenda pemerintah Jepang untuk menanamkan kesetiaan kepada Negeri Matahari Terbit tersebut. 

Pada masa ini, seluruh daerah di Indonesia diharuskan mengirim delegasi ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan. Nantinya, peserta pelatihan ini akan juga memberikan pelatihan kepada guru-guru di daerahnya mengenai apa yang disampaikan di pelatihan terpusat di Jakarta. 

Materi-materi yang disampaikan dalam pelatihan tersebut adalah: 

  1. Indoktrinasi ideologi Hakko ichiu demi kemakmuran bersama di Asia Raya.
  2. Latihan militer dan semangat Jepang. 
  3. Budaya, bahasa, serta adat istiadat Jepang.
  4. Ilmu bumi ditinjau dari segi geopolitik.
  5. Olahraga serta lagu-lagu Jepang.

Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya, semangat kemerdekaan ini yang menggerakkan perjuangan dan meneguhkan identitas nasional para guru di Indonesia. Mereka menyadari bahwa kemajuan pendidikan menjadi modal utama mengisi kemerdekaan untuk hari depan yang lebih baik. 

Berbekal semangat ini, hanya berselang seratus hari pasca proklamasi, para guru yang dimotori oleh Amin Singgih, Rh. Koesnan, dan tokoh-tokoh guru lainnya mengadakan Kongres Pendidik Indonesia pada 24-25 November 1945 di tengah situasi genting akibat gempuran tentara Sekutu. 

Kongres tersebut kemudian melahirkan sebuah organisasi profesi guru yang dikenal sebagai Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). 

Pada masa awal kemerdekaan, para guru tidak hanya berperan dalam membangun Republik yang baru dibentuk melalui pendidikan namun juga turut berpartisipasi dalam revolusi fisik. Di antara guru yang turut dalam perjuangan fisik untuk mempertahankan kemerdekaan adalah Jenderal Soedirman. Beliau pamit langsung dari ruang kelasnya kepada para murid ketika berangkat berjuang. 

Pada pemerintahan Presiden Soeharto, pemerintah Indonesia melalui PP Nomor 78 Tahun 1994 tentang Hari Guru Nasional menetapkan tanggal 25 November yang bertepatan dengan hari lahir PGRI sebagai Hari Guru Nasional.   

Bagaimanakah Islam mengajarkan hormat kepada guru?

Islam menempatkan ilmu sebagai landasan fundamental sebelum seseorang dapat beragama dengan baik dan benar. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anbiya ayat 7: 

وَمَآ اَرْسَلْنَا قَبْلَكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

Dan Kami tidak mengutus (rasul-rasul) sebelum engkau (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui. (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 7)

Beberapa ulama tafsir menjelaskan bahwa makna tanyakanlah kepada orang yang berilmu mencakup perintah universal bagi orang awam untuk bertanya kepada para ahli di bidangnya, baik bidang agama maupun bidang lainnya, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Abul Qasim Al-Qusyairi dalam tafsirnya. 

Karena guru maupun ahli ilmu memiliki posisi yang penting dalam agama Islam, maka adab dan tata krama terhadap guru menjadi salah satu perhatian khusus yang harus ditanamkan di dalam benak para pelajar dan santri. 

Sejak zaman ulama klasik, pentingnya adab sebelum ilmu sudah ditekankan sebelum seorang pelajar memulai pembelajarannya. Salah satu ungkapan yang populer tentang adab diucapkan oleh Imam Malik bin Anas, seorang ahli fiqih yang mazhabnya populer di Mesir dan Afrika Utara. Beliau mengatakan: 

تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم

“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Mengapa adab justru diletakkan sebelum ilmu? Menurut salah seorang ulama bernama Yusuf ibn Al-Husain, hal ini dikarenakan mempelajari adab terlebih dahulu akan memudahkan kita dalam mempelajari ilmu. 

Lebih lanjut mengenai adab, Imam Burhanuddin Al-Zarnuji, seorang tokoh pendidikan Islam, menekankan tentang pentingnya adab terhadap guru. Dikatakan dalam kitab beliau Ta’lim Al-Muta’alim, para pelajar tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan memperoleh manfaat darinya jika tidak menghormati ilmu dan para guru. 

Di antara bentuk hormat atau adab terhadap guru menurut Imam Al-Zarnuji adalah tidak memulai berbicara tanpa seizin guru, tidak banyak bicara di depan guru, tidak melakukan sesuatu yang membuat guru tidak berkenan atau murka, serta mematuhi perintah guru yang tidak bertentangan dengan agama. 

Begitu mulia dan pentingnya peran seorang guru bagi perkembangan keilmuan seseorang sampai-sampai Ali bin Abi Talib (RA), Sahabat sekaligus sepupu dan menantu Nabi Muhammad mengatakan, sebagaimana dikutip dalam kitab Ta’lim Al-Muta’alim

“Aku adalah hamba sahaya bagi orang yang mengajariku walau satu huruf.”

Ragam permasalahan guru di Indonesia

Walaupun guru memiliki peran yang sangat signifikan dalam kemajuan suatu bangsa, namun guru-guru di Indonesia masih harus berjibaku dengan berbagai permasalahan yang membelenggu. Apa sajakah permasalahan yang dihadapi oleh para guru di Indonesia? 

Kesejahteraan

Permasalahan klasik yang menimpa para guru di Indonesia adalah permasalahan kesejahteraan. Hal ini khususnya menimpa guru honorer yang seringkali menerima upah tidak seberapa. Belum lagi guru-guru honorer di pelosok Indonesia yang harus bergelut dengan jauh dan sulitnya perjalanan untuk mengajar. 

Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah telah mengadakan program seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Melalui program ini, guru yang belum terdaftar sebagai ASN memiliki kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup melalui pengangkatan menjadi pegawai pemerintah.     

Pemerataan

Dengan wilayah Indonesia yang luas, kurang meratanya penyebaran guru juga menjadi masalah yang lazim. Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas, penyebaran guru saat ini menumpuk di Pulau Jawa. Ironisnya, sekolah-sekolah di daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar, justru mengalami kekurangan tenaga pendidikan.  

Hal ini disebabkan banyaknya ASN yang mengajukan mutasi ketika ditugaskan di daerah-daerah tersebut. Untuk mencegah hal ini, dibutuhkan koordinasi antara organisasi profesi dan pemerintah untuk mendukung upaya pemerataan guru ini dengan menghimbau para guru baru agar tidak mengajukan mutasi hingga beberapa tahun setelah ditugaskan di daerah yang baru. Selain itu, pemerintah daerah juga bisa menciptakan sistem yang membuat para guru baru lebih nyaman berada di daerah yang baru. 

Kompetensi

Salah satu hal yang harus ditingkatkan untuk mendukung semakin baiknya pendidikan di Indonesia adalah peningkatan kompetensi guru. Menurut data yang dipaparkan oleh Sekretaris Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Ristek Nunuk Suryani, rata-rata skor kompetensi pedagogik guru berada di angka 50,64 poin, yakni di bawah standar kompetensi minimal 55. 

Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi pengajaran guru di Indonesia masih perlu diperbaiki. Meskipun begitu, kompetensi pedagogik ini bukan satu-satunya kompetensi yang menentukan kecakapan seorang guru. Masih ada parameter-parameter kompetensi lain yang membentuk kecakapan guru.   

Perlindungan

Para guru seringkali menghadapi buah simalakama ketika harus mengambil tindakan untuk mendisiplinkan siswa. Di satu sisi, guru berhak mendisiplinkan siswa, di sisi lain tindakan ini juga rawan menimbulkan konflik dengan orangtua atau wali siswa yang tak jarang berujung cedera atau bahkan penjara. 

Guru juga memiliki kode etik dan regulasi yang mengatur tindak-tanduknya. Oleh karena itu, pelanggaran yang dilakukan guru hendaknya tidak harus selalu berujung kepada pelaporan polisi sepanjang masih dapat diselesaikan melalui sidang Dewan Kehormatan Guru.

Apakah artikel blog ini menarik buat kamu? Ikuti terus Blog Hijra yuk untuk terus bisa menikmati konten-konten yang menginspirasi kebaikan islami!  

Sumber:

UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

PERJUANGAN ORGANISASI GURU DI MASA REVOLUSI:  SEJARAH PGRI DI AWAL PENDIRIANNYA – Jurnal oleh Ahmad Kosasih

Tarjamah Kitab Ta’lim Muta’alim, Imam Burhanuddin Al-Zarnuji

Biografi Syekh Zarnuji, Pengarang Ta’lim Muta’alim

Tafsir Surat Al-Anbiya’ Ayat 7, Mengapa Menuntut Ilmu Setara dengan Jihad?

Pelajarilah Dahulu Adab dan Akhlak – Muslim.or.id

Permasalahan Guru di Indonesia

Benarkah Guru Honorer Jadi PPPK 2022? Begini Penjelasan Mendikbudristek dan Menpan RB

Menpan-RB Anas: Sebaran Guru tak Merata, Terpusat di Jawa 

Kemendikbudristek Ungkap Rata-Rata Skor Kompetensi Guru 50,64 Poin

Artikel Terkait

Tags