Melaksanakan ibadah haji ke tanah suci Makkah merupakan impian bagi seluruh umat muslim, tak terkecuali di Indonesia. Ibadah haji dianggap sebagai ibadah penyempurna keislaman seseorang karena berbeda dengan keempat rukun Islam pertama yang dapat dilakukan oleh semua orang dengan lebih mudah, menunaikan ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima memerlukan biaya yang tidak sedikit sehingga tidak semua umat Islam mampu melakukannya.
Beragam cara dilakukan untuk menguatkan kemampuan finansial agar dapat berangkat haji, mulai dari menabung bertahun-tahun hingga menjual aset dan harta benda dengan nilai jual tinggi, seperti rumah, tanah, sawah atau kolam.
Saking tingginya minat masyarakat muslim dunia yang ingin berangkat haji, pemerintah khususnya Kerajaan Arab Saudi pun membatasi jumlah keberangkatan haji dengan jumlah kuota tertentu setiap tahunnya.
Dengan adanya kuota keberangkatan haji, tidak semua calon jemaah haji dapat berangkat di tahun yang sama saat mereka mendaftar. Sebagian besar calon jemaah haji akan melewati masa tunggu atau antrean sesuai dengan paket keberangkatan yang diambil, urutan tahun pendaftaran serta jumlah calon jemaah haji yang turut mengantre.
Menurut Wakil Presiden Republik Indonesia, KH Ma’ruf Amin, saking banyaknya jumlah calon jemaah haji yang mendaftar, rata-rata masa tunggu atau antrean haji di Indonesia berkisar 22 hingga 46 tahun.
Sebagai upaya agar masa tunggu dapat dipercepat, pemerintah RI terus melakukan negosiasi dengan Kerajaan Arab Saudi agar diberikan kuota tambahan setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Kementerian Agama Republik Indonesia, kuota haji yang didapatkan dari pemerintah Arab Saudi untuk Indonesia pada tahun 2023 masehi atau 1444 hijriah adalah 221.000 orang, terdiri atas 203.320 kuota haji reguler dan 17.680 kuota haji khusus. Jumlah ini termasuk tambahan 8.000 kuota haji dari pemerintah Arab Saudi.
Dengan lamanya masa antrean haji di Indonesia, banyak calon jemaah yang telah meninggal sebelum sempat melaksanakan ibadah haji. Tak jarang pula kita jumpai jemaah haji yang sudah lansia dan renta, bahkan dengan usia 100 tahun lebih. Di tahun 2023 ini, sekitar 30 persen dari jumlah jemaah haji yang diberangkatkan adalah lansia.
Kisah Haru Jemaah Haji Lansia
Di antara calon jemaah haji lansia yang dapat berangkat haji tahun ini adalah Mutiroh, asal Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Mutiroh atau biasa disapa Emak Muti berangkat ke tanah suci di usianya yang ke-103 tahun.
Beberapa waktu lalu Hijra sempat mewawancarai Emak Muti, dibantu oleh anaknya, Abdul Fatah, karena kurang lancarnya Emak Muti berbahasa Indonesia serta pendengaran yang sudah mulai berkurang.
Emak Muti mendaftarkan haji bersama almarhum suaminya tahun 2017 lalu. Tahun 2019, Emak dan Abah mendapat surat panggilan dari Kementerian Agama bahwa akan berangkat tahun 2020. Namun, Abah (suami Emak) terlebih dahulu dipanggil Allah SWT, sehingga Emak Muti harus berangkat sendiri ke tanah suci.
“Sebenarnya Emak niat berangkat haji sudah sejak lama, cuma jual sawah di kampung memang susah. Dan Alhamdulillah terjual kurang lebih Rp 120 juta, langsung daftar tahun 2017,” kata Abdul Fatah menerjemahkan perkataan Emak dalam bahasa Sunda.
Tetapi sebagaimana kita ketahui bahwa di tahun 2020, wabah COVID-19 melanda seluruh dunia, sehingga keberangkatan Emak Muti berhaji harus ditunda. Hingga pada akhirnya di tahun 2023, Emak Muti dapat berangkat beribadah hadi sebagai jemaah haji jalur khusus lansia.
“Emak masih sangat semangat pergi ke Makkah. Padahal dulu sempat ada berita bahwa usia 65 ke atas tidak boleh berangkat, tapi Alhamdulillah ada pemutihan, Emak akhirnya terpanggil,” kata Emak Muti melalui anaknya.
Selain dengan niat untuk menjalankan rukun Islam yang ke 5, motivasi Emak untuk menjual sawahnya adalah karena Abah dan Emak tidak ingin harta yang dimilikinya selama di dunia menyiksanya nanti ketika di akhirat. Emak ingin memanfaatkan harta bendanya hanya untuk beribadah kepada Allah SWT, dan salah satu caranya dengan menjualnya untuk pergi naik haji.
“Ibadah haji itu panggilan Allah SWT. Tidak bisa ditunda-tunda, saat ada panggilan wajib berangkat. Meski kondisi saya seperti ini (seadanya) harus bisa berangkat,” kata Emak Mutiroh dalam bahasa Sunda.
Antara Kewajiban dan Kemampuan Muslim Melaksanakan Ibadah Haji
Perintah melaksanakan haji ada di dalam Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 97, ayat tersebut berbunyi sebagai berikut.
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْن
“Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”
Di ayat tersebut dikatakan bahwa melaksanakan haji adalah sebuah kewajiban bagi orang-orang yang mampu melaksanakan perjalanan haji. Tetapi, bagaimanakah kriteria seseorang yang mampu tersebut, khususnya dari sisi finansial?
Banyak orang yang berpikiran bahwa pergi melaksanakan haji ke tanah suci sangatlah sulit, terutama untuk saat ini. Selain biaya haji yang terus meningkat, jumlah orang yang minat naik haji terus bertambah tetapi kuota yang diberikan sangat tipis, hingga masa antrian tunggu haji yang bisa memakan waktu puluhan tahun kerap menimbulkan keraguan di antara umat muslim di Indonesia.
Dengan segala kondisi tersebut, bagaimana kita mengetahui apakah kita termasuk orang – orang yang mampu melaksanakan ibadah haji?
Ustaz Zuel Fahmi Musa, Senior Sharia Compliance Hijra, berpendapat, “Orang yang sudah bisa bayar booking seat dan bisa mengangsur tabungan haji secara konsisten sudah dianggap mampu. Meskipun pada saat ini, ketika masih waiting list, dia sudah memiliki pendapatan yang tetap, memungkinkan mengangsur sampai waktu yang telah ditentukan. ”
“Perintah melaksanakan haji adalah wajib bagi yang mampu, dan untuk memampukan diri, seseorang perlu financial plan. Salah satu yang paling mudah dalam melakukan perencanaan haji adalah dengan cara menabung,” sambungnya lagi.
“Dalam Tafsir Ibnu Jarir disebutkan riwayat dari Ibnu ‘Abbas dengan sanad yang shahih, ia berkata mengenai syarat mampu dalam haji yaitu jika seseorang sehat fisiknya dan punya harta untuk bekal dan perjalanan tanpa menyusahkan diri,” ujar Ustaz Zuel.
Untuk memampukan diri secara finansial tentunya persiapan haji dapat dilakukan sedini mungkin, terutama mengingat bahwa kita akan harus melewati masa tunggu yang cukup panjang sampai akhirnya mendapatkan undangan untuk berangkat. Bahkan beberapa orang tua telah mempersiapkan tabungan haji untuk anak-anaknya kelak, agar dapat pergi haji di usia yang masih muda, serta menghindari pergi haji di usia senja.
Cara tersebut sangat bisa saja dipraktikkan, terutama bagi kamu yang masih berada di usia produktif, agar pada saat mendapat undangan untuk pergi haji ke tanah suci, usiamu belum terlalu tua sehingga fisik lebih siap untuk beribadah dengan lebih maksimal.
Dalam kesempatan wawancara yang sama, Ustaz Ahmad Bilal Almagribi, Sharia Compliance Associate Hijra, juga memberikan gambaran atau hitung-hitungan kasar untuk seseorang yang ingin memulai menabung haji, khususnya bagi seseorang yang sudah merencanakan sejak dini mungkin.
“Jika seorang pemuda bisa menabung dari uang jajannya Rp 500 ribu per bulan, dalam setahun akan mendapatkan Rp 6 juta, atau sekitar lebih Rp 25 juta dalam 4 tahun. Maka dalam 4 tahun saja, ia sudah bisa membayar untuk mendapatkan waiting list,” jelas Ustaz Bilal.
Ustaz Bilal sendiri telah berpengalaman menunaikan ibadah haji di usia yang masih muda, yaitu 21 tahun. Ia menunaikan haji di tahun 2015, di saat sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Madinah.
“Karena ibadah haji tak hanya membutuhkan biaya besar, tapi sehatnya fisik akan lebih memungkinkan kita untuk beribadah dengan lebih maksimal, maka dapat dikatakan menabung untuk haji adalah suatu kewajiban terutama bagi yang mampu. Kalau sengaja tidak ingin melakukan kewajiban padahal dirinya mampu, maka jelas berdosa,” jelas Bilal.
Tips dan Perencanaan Keuangan Haji
Perencanaan keuangan yang matang dan dilakukan secara konsisten adalah salah satu cara kita agar bisa memampukan diri kita untuk menjalankan kewajiban rukun Islam ke-5 ini. Asep Subarna, CFP Financial Planner Hijra memberikan beberapa tips perencanaan keuangan agar niat berhaji bisa berjalan secara konsisten.
“Haji itu merupakan rukun Islam yang kelima, dan rukun itu merupakan sesuatu yang melekat menjadi penyempurna sebagai seorang Islam. Haji bagi yang mampu, tapi mampu itu ada banyak hal, mampu secara fisik dan mampu secara keuangan sudah pasti,” kata Asep.
Menurut Asep, dengan masa tunggu atau antrean haji di Indonesia yang bisa mencapai 40 tahun, maka perlu di-setting dalam perencanaan keuangan kita agar bisa melaksanakan haji sebelum memasuki lanjut usia.
“Mumpung masih muda, sementara antrean haji di Indonesia bisa 20 tahun bahkan 40 tahun. Dengan time horizon yang panjang ini kita harus setting sedini mungkin, supaya kita bisa berangkat haji di usia yang tidak terlalu tua. Karena ibadah haji itu membutuhkan fisik yang optimal dan prima,” jelas Asep saat diwawancarai beberapa waktu lalu.
Estimasi Biaya Haji
Untuk diketahui, biaya untuk mendapatkan antrean atau waiting list haji adalah Rp 25 juta yang disetorkan melalui bank syariah yang sudah ditunjuk oleh pemerintah atau Kementerian Agama. Selanjutnya, kata Asep, jika sudah membayar biaya untuk mendapatkan antrian sebesar Rp 25 juta, maka tahap selanjutnya adalah memikirkan untuk melunasi seluruh ongkos atau biaya keberangkatan haji.
“Misal ongkos keberangkatan haji yang sudah ditetapkan pemerintah adalah Rp 38 juta, maka ada kekurangannya Rp 13 juta lagi. Jumlah inilah yang kita pertimbangkan selama masa tunggu,” kata Asep.
Asep mencontohkan rencana keberangkatan hajinya, yang sementara mendapatkan masa tunggu hingga tahun 2040 mendatang. Ada waktu 17 tahun lagi untuk menabung hingga seluruh ongkos dan biayanya terpenuhi. Selain itu, kata Asep, perlu dipikirkan juga biaya di luar biaya perjalanan haji. Misalnya, biaya untuk keluarga.
“Kalau berangkatnya suami istri, kemudian memiliki anak berarti pastikan biaya kebutuhan anak harus dipertimbangkan juga. Selama kita pergi haji anak atau keluarga butuh apa saja,” jelasnya.
Langkah-langkah Memulai Budgeting untuk Haji
Asep membagikan salah satu metode yang mudah dalam memulai membuat perencanaan keuangan haji sebagai tujuan finansial kita. Asep memberikan metode SMART untuk memulai menyusun keuangan untuk haji. Berikut penjelasannya:
- Spesifik
Dari judul awal untuk membuat financial goals ini sudah pasti spesifik yakni untuk pergi haji. Sehingga kita memiliki tujuan yang jelas agar bisa konsisten dan istiqomah dalam menjalaninya.
- Measurable (Terukur)
Biaya haji sudah terukur berapa yang harus dikeluarkan. Sehingga kita tidak perlu mengawang-ngawang atau menerka-nerka lagi berapa biaya haji yang harus dikeluarkan.
- Achievable (dapat diraih)
Tujuanmu bukanlah mimpi, sehingga harus jelas dan mungkin terlaksana. Secara psikologis, seseorang akan tertantang dengan tujuan keuangan yang tidak terlalu sulit, tetapi juga tidak terlalu mudah.
- Realistis dan Relevan
Pastikan anggaran atau budget yang ditetapkan, sudah masuk akal dan realistis.
- Time Bound
Pastikan kamu memiliki batasan waktu hingga sampai kapan tabungan ini harus mencukupi untuk berangkat haji.
Waktu yang Tepat untuk Memulai Tabungan Haji
Jawaban yang tepat adalah sesegera mungkin. Sebab, dengan melihat kondisi saat ini dengan kuota dan minat haji yang terus meningkat, maka masa tunggu pun akan semakin panjang.
“Orang yang mendaftar haji di bulan yang sama di tanggal 1 dengan orang yang mendaftar haji di bulan yang sama tapi di akhir bulan, itu antriannya bisa berbeda 3 sampai 5 tahun,” jelas Asep.
Selain mempersiapkan keuangan sedini mungkin, Asep menambahkan bahwa kita juga perlu melihat kondisi keuangan kita saat ini dalam positif cashflow.
“Setidaknya pendapatan kita tidak negatif cashflow, dimana pengeluaran lebih besar dari pendapatan. Bagaimana mau nabung jika pengeluaran kita lebih besar dari pendapatannya,” jelas Asep.
Setelah cashflow positif, lanjut Asep, pastikan kita memiliki anggaran untuk dialihkan ke beberapa tabungan salah satunya ke tabungan haji. Misalnya ada 30 persen tidak terpakai dari income atau pendapatan.
”30 persen ini bisa dibagi-bagi lagi, misal mau ditaruh di tabungan atau di reksadana, atau deposito. Intinya semakin besar menyimpan untuk biaya haji, maka semakin cepat terkumpul. Kalau masih ada kebutuhan lain ya tinggal dibagi saja, untuk haji berapa persen untuk yang lainnya berapa persen,” terang Asep.
Memaksimalkan Tabungan Haji di Instrumen Investasi
Ada pun strategi keuangan untuk memaksimalkan keuangan haji dari Asep, bisa dilakukan dengan menaruh dana persiapan ibadah haji di beberapa instrumen investasi yang tentunya sesuai dengan profil risiko keuangan masing-masing.
“Kalau belum terkumpul Rp 25 juta bisa taruh di instrumen investasi yang sesuai profil risk, misalnya moderat. Jangan yang high risk, seperti saham misalnya. Alih-alih ingin mendapatkan return yang tinggi, yang ada kita malah boncos,” kata Asep.
Paling aman menurut Asep, dana persiapan biaya haji bisa ditaruh di instrumen investasi yang moderat seperti tabungan rencana, atau reksadana pasar uang syariah, reksadana pendapatan tetap syariah, atau sukuk, obligasi, atau deposito.
Menurut Asep, peran instrumen investasi sangat baik untuk pertumbuhan dana persiapan biaya haji. Ia menjelaskan misalnya, untuk mengumpulkan uang booking seat atau waiting list haji Rp 25 juta, bila menabung Rp 1 juta per bulan maka akan terkumpul selama 2 tahun satu bulan.
“Namun jika kita taruh di investasi, maka akan lebih cepat terkumpulnya dana Rp 25 juta tersebut,” ungkapnya.
Contoh simulasi Menabung untuk daftar waiting list haji:
Hanya Menabung Saja | Mengembangkan Dana di Instrumen Investasi | ||
Investasi/Tabungan | Per Bulan | Rp 1.000.000 | Rp 1.000.000 |
Interest Rate | Per Tahun | 0% | 10% |
Increment | Per Tahun | 0% | 0% |
Jangka Waktu | Tahun | 2 | 2 |
Hasil Akhir | Rp 24.000.000 | Rp 26.667.300 |
Itulah gambaran atau simulasi bagaimana kita harus memulai membuka tabungan haji untuk mendaftar waiting list haji. Selain itu, Asep juga memberikan tips lain untuk kita yang ingin mengumpulkan uang demi bisa berangkat haji.
“Komitmen dan konsisten dengan tujuan finansial, lebih banyak-banyak lagi membaca tentang haji dan suasana di tanah suci, agar ketika perasaan komitmen mulai luntur bisa hilang dan semangat lagi untuk melanjutkan menabung haji secara konsisten,” pungkas Asep.
Dengan tips dan cara-cara yang telah dijabarkan di atas, semoga menjadi penyemangat kita semua untuk memampukan diri sesegera mungkin agar dapat berangkat berhaji di suatu hari nanti ketika fisik kita masih segar dan bugar sehingga lebih siap untuk menjalankan ibadah haji.
Bagi kamu yang masih ingin memulainya dengan cara yang paling mudah, yaitu dengan menabung biasa secara rutin dan konsisten untuk biaya daftar tunggu haji sebesar Rp 25 juta, bisa menabung dengan cara membuka tabungan khusus yang tidak tercampur dengan tabungan yang lain.
Kabar baiknya, Hijra Bank dengan fitur Hijra Box, memudahkan kamu untuk menabung dalam box-box terpisah untuk tujuan-tujuan yang sudah kamu tentukan sebelumnya dan tidak lagi tercampur dengan anggaran lainnya. Selain untuk tabungan haji, kamu bisa memisahkan tabungan untuk ibadah lainnya seperti umroh, berkurban, menikah, membeli rumah dan beragam tujuan tabungan lainnya hingga 20 box.
Yuk, kita mulai segera rencana perjalanan kita untuk menuju Tanah Suci, karena sebagai umat muslim yang senantiasa diberikan jalan oleh Allah SWT menuju tujuan-tujuan yang baik, kita wajib menjadikan diri kita menjadi mampu.